Satu pesan yang tidak dapat diragukan timbul dari pidato Presiden George W. Bush kepada sebuah sidang tergabung Kongres pada hari Kamis malam: Amerika Serikat sedang didorong ke arah kekejaman global dan penindasan domestik yang belum pernah terjadi sebelumnya dalam sejarah negara itu.
Dalam nama “perang melawan terorisme” pemerintahan Bush menuntut-dan dikabulkan-kekuasaan-kekuasaan yang tak terbentuk dan tak terbatas untuk menggunakan kekuatan militer di seluruh dunia.
Latar belakang seperti jaman perang-nya pidato Bush-dengan Gedung Capitol dikelilingi tentara dan suara helikopter-helikopter militer terdengar dari dalam ruangan sidang-telah sesuai dengan sikap pemerintah sejak serangan teroris atas New York dan Washington. Pemerintah telah berusaha secara keras, bukannya untuk menenangkan hati rakyat Amerika, tetapi malahan menimbulkan suasana kepanikan. Ini menciptakan keadaan histeria dicampur dengan patriotisme yang berlebihan supaya masyarakat umum terburu untuk menerima tidak hanya penggunaan kekuatan militer Amerika tanpa batas, tetapi juga sebuah serangan yang meluas pada hak-hak demokratis dalam negara AS sendiri.
Dengan itu absennya Wakil Presiden Cheney and pengumuman bahwa ia telah dibawa ke sebuah tempat rahasia yang aman. Pemerintah ingin rakyat Amerika untuk mempercayai bahwa kekuatan-kekuatan militer Amerika yang besar sekali itu tidak dapat menjamin keamanan pemimpin-pemimpin negara dalam Gedung Capitol. Jika Bush dan kawan-kawannya benar-benar mempercayai gagasan yang tidak masuk akal ini, maka harus dikatakan bahwa mereka telah kehilangan akal. Penjelasan yang lebih memungkinkan adalah mereka ingin memperkuat tuntutan yang telah diajukan tanpa henti bahwa Amerika adalah dalam sebuah keadaan perang, dan membiasakan penduduk AS pada tindakan-tindakan yang umumnya digunakan pada masa perang dan sebuah pemerintah yang menjalankan fungsi-fungsi utamanya di balik punggung masyarakat.
Dalam pidatonya Bush menggunakan istilah-istilah dahsyat untuk meyakinkan rakyat Amerika bahwa mereka harus setuju tanpa protes dalam sebuah perang global yang jangkanya tak tertentu, melawan sejumlah musuh yang masih belum dinamakan, korban dan kehancuran tanpa batas yang akan dilakukan kepada orang-orang di luar AS, atau korban di kantong-kantong mayat yang berisi jenasah-jenasah serdadu Amerika.
“Reaksi kita,” katanya, “melibatkan jauh lebih banyak daripada pembalasan segera dan serangan-serangan terpisah. Rakyat Amerika haruslah mengharapkan tidak hanya satu pertempuran, tetapi sebuah kampanye yang panjang seperti yang kita tidak pernah jumpai sebelumnya.” Perang ini tidak akan menjadi sebuah perang yang pendek dan meyakinkan terhadap satu negara, seperti di Irak, tambahnya, atau sebuah perang udara tanpa korban AS, seperti di Yugoslavia. Ia menamakan perangnya untuk “penghancuran jaringan teror sedunia” sebuah “tugas yang tidak akan selesai.” Kita akan menggunakan semua kemampuan kita... dan semua senjata perang yang diperlukan.”
Melatarkan sebuah alasan untuk menyerang setiap negara yang dianggap sebagai sebuah halangan untuk ambisi global dari Amerika Serikat sekarang atau di masa mendatang, Bush menyatakan, “Setiap negara di setiap daerah sekarang haruslah memutuskan: Apakah anda dengan kami, atau anda dengan teroris-teroris itu,” Semua negara yang menolak untuk mematuhi diktat-diktat Washington “akan dianggap oleh Amerika Serikat sebagai musuh.”
Di inti senario yang diberikan oleh Bush ada sebuah keganjilan yang tidak dijelaskannya. Dalam satu sisi ia menggambarkan musuh itu sebagai sebuah unsur-unsur “pinggiran” fundamentalis Islam, yang berjumlah beberapa “ribu” teroris yang tersebar di 60 negara. Namun group-group teroris yang hanya sedikit dan tidak berhubungan dekat satu sama lainnya ini merupakan sebuah ancaman yang menakutkan dan langsung bagi Amerika dan seluruh “dunia beradab” dengan dimensi sedemikian besar yang hanya dapat dikalahkan dengan penggunaan kekuatan militer secara terus-menerus dan besar-besaran.
Ultimatum, tetapi tanpa bukti
Maksud utama dari pidato Bush adalah untuk membawa negaranya kedalam perperangan melawan Afganistan. Bush mendaftarkan sejumlah tuntutan yang diketahuinya akan merupakan bunuh diri secara politik untuk regim Taliban, dan yang tidak dapat dipenuhi meskipun jika mereka berminat. Ia menuntut bahwa Taliban memberikan ke dalam tangan Amerika “semua pemimpin” dari Jaringan al-Qaida Osama bin Laden, bahwa mereka memberi AS “kebebasan penuh di tempat-tempat latihan teroris.”
Sebenarnya, pemerintah Bush menuntut bahwa regim Taliban menyetujui perubahan Afganistan menjadi sebuah protektorat militer AS. Ultimatum ini kata Bush, “tidak terbuka untuk perundingan ataupun diskusi.” Jika pemimpin-pemimpin regim ini tidak mengalah pada tuntutan-tuntutan AS, Bush memperingatkan, mereka akan menanggung nasib yang sama dengan teroris-teroris itu, yaitu mereka akan terbunuh.
Tidak ada tuntutan resmi untuk penyerahan Osama bin Laden. Tentu saja, tidak ada ketentuan dibawah undang-undang internasional untuk apa yang Bush tuntut. Tuntutan Washington telah diramu untuk memberikan sebuah dalih untuk perang yang sudah diputuskan sebelumnya.
Bush menuduh bin Laden dan pelindung-pelindung Talibannya dengan tanggung jawab langsung untuk kekejaman pada tanggal 11 September. Ini adalah, tanpa diragukan, kekuatan-kekuatan reaksioner yang mungkin saja memainkan peranan, tetapi Bush tidak memberikan bukti satupun untuk menyokong tuduhannya. Meskipun Koran Wall Street Journal, yang tajuk rencananya telah menuntut dengan seru untuk pengadaan perang tidak hanya melawan Afganistan, tetapi juga melawan Irak, mengakui dalam sebuah tulisan beritanya pada tanggal 19 September bahwa pejabat-pejabat tinggi AS telah tidak dapat mengumpulkan fakta-fakta yang cukup untuk membuktikan perkara mereka terhadap bin Laden.
“Tetapi menurut standar undang-undang dan hubungan internasional dunia Barat di abad ke 21, ” Koran Journal menulis, “Berapa banyakkah bukti yang dimiliki oleh para penyelidik tentang keterlibatan Tuan bin Laden? Jawabannya sejauh ini-berdasarkan pada apa yang dapat dikumpulkan sedikit demi sedikit dari penyataan-pernyatan umum dan pejabat-pejabat tinggi AS yang mau membicarakan masalah itu-tidaklah cukup.”
Bush lebih lanjut mencoba untuk membenarkan perang dengan Afganistan dengan menunjukkan pada sifat represif dan totaliterisme dari rejim Taliban. Tetapi regim Taliban ini adalah hasil langsung dari tindakan-tindakan Amerika sebelumnya, dan cara-cara memerintah yang angkuh dan tanpa toleransi dalam agama yang tidaklah banyak berbeda dari sekutu terdekat AS di Timur Tengah, seperti syeik-syeik minyak di Saudi Arabia, Kuwait dan negara-negara Persia lainnya.
Sebagaimana pemerintahan Bush memulai perang, mereka tidak berpikir banyak tentang konsekuensi yang luas dan juga tidak terhitung dari aksi-aksi mereka. Campur tangan dalam daerah yang paling tidak stabil di dunia, di mana sejumlah negara-negara besar bersaing untuk mengkontrol sumber-sumber alam yang strategis dan pengaruh geo-politik di tengah ratusan juta orang yang kemiskinannya sulit dibayangkan, AS memulai aksi-aksi yang hasilnya dapat mengakibatkan sebuah malapetaka untuk seluruh dunia.
Sangatlah bermanfaat untuk membandingkan cara-cara pemerintahan Bush dengan yang digunakan oleh Kennedy dalam krisis misil Cuba. Itu merupakan salah satu konfrontasi terbesar dalam masa Perang Dingin, yang mana pemerintah AS menghadapi, dari sisi pandangannya, sebuah ancaman militer yang jelas. Pada saat itu pemerintah Amerika pergi ke Persatuan Bangsa Bangsa (PBB) dan memberikan fakta-fakta yang terperinci ditambah dengan arsip-arsip dan foto-foto untuk menyusun perkaranya. AS, bergerak dengan kehati-hatian yang merupakan kontras yang jelas dengan aksi-aksi pemerintahan Bush.
Sekarang, pemerintah AS membuat tuduhan-tuduhan yang sangat meluas, tetapi tidak memberikan satu bukti pun, baik kepada dunia atau kepada rakyat Amerika, untuk menyokong tuduhan-tuduhan tersebut. Perbandingan yang berdasarkan sejarah itu menunjukkan bahwa aksi-aksi pemerintah AS sekarang ini ditentukan lebih sedikit oleh ukuran ancamannya daripada oleh besarnya kesempatan yang mereka lihat untuk memutar sebuah bencana menjadi sebuah alasan untuk menjalankan sebuah agenda militer, politik dan ekonomi yang sangat meluas tetapi tidak diumumkan.
Hal ini diperkuatkan oleh sebuah laporan koran New York Times pada sebuah perpecahan dalam pemerintahan Bush di antara mereka, yang dipimpin oleh Sekretaris Negara Colin Powell, yang ingin memulai dengan sedikit hati-hati karena takut untuk mengganggu kestabilan Timur Tengah dan bagian-bagian besar lainnya di dunia, dan mereka yang dipimpin oleh Wakil Sekretaris Pertahanan Paul Wolfowitz, yang memandang tragedi tanggal 11 September sebagai sebuah kesempatan sehidup sekali untuk menggulingkan rejim di Irak dan membangun pemerintahan-pemerintahan boneka. Tujuan dari aksi ini adalah untuk menjalankan, dengan cepat, rencana-rencana yang telah lama terletak di atas meja perencanaan untuk memperketat pegangan Amerika atas Teluk Persia dan lembah Laut Kaspia yang kaya minyak dan memperluas kehadiran militer Amerika sepanjang benua Eurasia.
Bagaimana AS membesarkan Taliban
Dalam pidatonya, Bush tidak memberikan penjelasan dari latar belakang politik dan sejarah bencana pada tanggal 11 September. Dengan dukungan dari media, pemerintah berusaha untuk mengubur fakta-fakta bahwa mereka yang telah dituduh sebagai pelaku-pelaku dari kekejaman teroris dulunya dilatih dan ditunjang oleh Amerika Serikat. Fundamentalis Islam yang dicela oleh Bush, termasuk bin Laden telah mendapat permulaan karir mereka sebagai “modal” CIA di kampanye bawah-tanah Washington untuk menggulingkan regim-regim dukungan Sovyet di Afganistan pada tahun 1980an-sebuah operasi yang dijalankan ketika Bush yang lebih tua, bekas kepala CIA, memegang posisi wakil presiden di bawah Ronald Reagan.
Hanya beberapa tahun yang lalu AS secara diam-diam telah memberikan dukungan untuk kenaikan takhta Taliban, sekutu lamanya. Taliban secara demikian telah menjadi yang terakhir dalam sebuah daftar panjang orang-orang bekas sekutu Amerika yang telah menghadapi kesukaran dalam hubungan dengan AS dan menemukan diri mereka dituduh sebagai panglima-panglima penghasut perang dan Hitler masa kini dan dijadikan sasaran penghancuran, daftar ini mencakup Manuel Noriega dari Panama, Farrah Aidid dari Somalia, Saddam Hussein dari Irak dan Slobodan Milosevic dari Serbia.
Perusahaan-perusahaan media mengetahui sejarah ini dengan baik. Kira-kira dua puluh tahun yang lalu pengejar berita CBS Dan Rather mengadakan perjalanan ke Afganistan dan berpose untuk kamera televisi mengenakan jubah Mujahiddin dalam usaha untuk meningkatkan dukungan untuk organisasi-organisasi fundamentalis Islam itu.
Sejarah ini disensor karena menunjukkan bahwa mereka yang sekarang ini memimpin rakyat Amerika ke dalam perang, dengan semua konsekuensi-konsekuensinya yang akan membawa malapetaka, telah terlibat secara politik di dalam bencana yang mengambil ribuan jiwa orang-orang Amerika di New York dan Washington.
Implikasi yang tak menyenangkan bagi hak-hak demokratis dari kampanye perang ini telah ditegaskan oleh pengumuman Bush untuk sebuah posisi baru di tingkat Kabinet, Kantor Keamanan Dalam Negeri, untuk mengkoordinir semua inteligensi domestik dan operasi-operasi keamanan.
Operasi-operasi CIA, yang sebelumnya dibatasi oleh hukum untuk sasaran-sasaran luar negeri, sekarang akan dikoordinasi di bawah sebuah peragenan tingkat tinggi pemerintah pusat dengan yang diadakan oleh FBI dan peragenan polisi lainnya, untuk penyadapan pembicaraan dan memata-matai orang-orang di dalam AS. Hal ini secara sendiri merupakan sebuah pelanggaran besar dari kebebasan-kebebasan perseorangan.
Tetapi ini hanya satu bagian dari sebuah serangan luas pada hak-hak demokratis, yang termasuk penahanan waktu tak terbatas orang-orang asing yang mempunyai ijin tinggal, deportasi-deportasi tanpa tinjauan pengadilan dan sebuah perluasan kekuatan-kekuatan pemerintah untuk menyadap telepon dan memintas komunikasi-komunikasi elektronik.
Sebuah negara berpartai satu
Tidak ada seksi dari pendirian politik satu pun yang menanyai tuntutan-tuntutan Bush untuk sebuah cek kosong untuk melancarkan perang di luar negeri dan mengambil tindakan keras pada kebebasan perseorangan di dalam negeri. Dari permulaan dari kampanye militer ini, kedua partai telah menanggalkan semua ekpresi ketidak-sepakatan.
Partai Demokrat menunjukkan penanggalan dari semua dalih oposisi dengan tidak memberikan jawaban yang umumnya diberikan oleh sebuah partai minoritas kepada amanat presiden ke Kongres. Malah sebaliknya pemimpin golongan mayoritas Demokrat, Thomas Daschle, membuat sebuah penampilan bersama dengan pemimpin Golongan Minoritas Trent Lott, dimana yang tersebut menyimpulkan politik-politik negara Amerika dengan pernyataan, “Tidak ada partai oposisi.”
Badan-badan media, yang secara menyeluruh menyanjung pidato Bush, telah berdiam pada kontradiksi antara retorik demokratis yang memenuhi gedung Capitol dan pengadaan secara de fakto sebuah negara dengan satu partai. Para ahli media tidak juga menunjukkan bahwa penjelasan Bush tentang kebencian teroris-teroris terhadap AS-“Mereka membenci apa yang mereka lihat di dalam ruangan ini: sebuah pemerintah yang dipilih secara demokratis”-telah diucapkan oleh seseorang yang telah dilantik ke dalam Gedung Putih dengan cara-cara yang anti-demokratis dan tidak sah.
Sangatlah ironis dan mengancam bahwa pelancaran sebuah perang dalam nama kebebasan didampingi oleh runtuhnya prinsip-prinsip demokratis yang paling mendasar dan pembongkaran perlindungan-perlindungan hak konstitusi dasar. Perintah Bush, “Kamu harus dengan kita, atau kamu dengan para teroris,” adalah formula bukan saja untuk melancarkan perperangan dan menggulingkan pemerintahan-pemerintahan luar negeri, itu adalah sebuah seruan untuk pengadaan sebuah kampanye untuk menindas oposisi politik di AS ala McCarthy.
Runtuhnya semua oposisi menjalankan fungsi politik tambahan. Hal ini berarti tidak akan ada pemeriksaan dari kegagalan keamanan secara besar-besaran yang membuat serangan pada World Trade Center dan Pentagon berhasil.
Suasana ketakutan dan kepanikan memperbolehkan pemerintah untuk melepaskan diri dari tanggung-jawab untuk, paling sedikinya sebuah kasus kelalaian kriminal, dan kemudian bersikeras bahwa keamanan dan kesehatan rakyat mengharuskan mereka untuk menerima pencabutan hak-hak demokratis mereka.
Pidato Bush juga penting untuk kekurangannya. Mencerminkan kepentingan-kepentingan golongan atas, yang berkehidupan elit dan berjumlah sangat kecil, yang diwakilinya, Bush telah memerintahkan penyediaan jaminan untuk perusahaan-perusahaan penerbangan dengan uang pembayar pajak, tetapi tidak menyediakan apa-apa untuk jutaan pekerja, pemilik perusahaan-perusahaan kecil dan purnakaryawan-purnakaryawan yang mata pencahariannya telah terancam oleh keruntuhan pasar bursa, melemahnya daya beli rakyat dan pemberhentian massa yang mengikuti bencana tanggal 11 September.
Baik Bush atau Partai Demokrat tidak ada yang mengusulkan langkah-langkah serius untuk keluarga-keluarga dari pekerja industri penerbangan yang terlempar ke dalam kemiskinan secara besar-besaran. Ataupun mereka mengusulkan sebuah jaringan keamanan untuk pemilik-pemilik toko di New York yang telah tersapu bersih oleh kehancuran dari sebagian dari daerah kota ini. Sedangkan untuk penanam-penaman modal kecil dan purnakaryawan-purnakaryawan yang tabungan-tabungan selama hidupnya dan simpanan pensiunannya telah dimusnahkan, mereka tidak dapat mengharapkan bantuan dari Washington.
Kematian yang menyedihkan pada tanggal 11 September adalah, pada kesimpulannya, merupakan hasil dari politik-politik internasional yang sembarangan, tidak bertanggung jawab dan reaksioner yang telah dijalankan selama bertahun-tahun oleh pemerintah-pemerintah Amerika yang mewakili, bukan rakyat Amerika, melainkan golongan elit finansial and korporat. Sekarang golongan elit yang sama menggunakan peristiwa-peristiwa tragis di New York dan Washington untuk menyeret rakyat-tanpa pedebatan atau diskusi dan dalam sebuah lingkungan yang penuh histeria dan intimidasi politik-ke dalam sebuah “perang yang tidak seperti lainnya” yang hanya dapat menghasilkan bencana-bencana dan tragedi-tragedi baru, baik di luar negeri maupun dalam negeri.